Selasa, 08 Juni 2010

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NASIONAL BERBASIS AGAMA DAN BUDAYA : USAHA KE ARAH KEARIFAN FUNGSIONAL DAN SPIRITUAL.


Relasi Harmonis Antara Pendidikan, Agama, Budaya, dan Perdamaian

Perdamaian adalah hajat manusia sedunia. Salah satu jalan damai yang layak diperjuangkan untuk meretas kebekuan kehidupan manusia di dunia adalah mendayagunakan institusi-institusi pendidikan, agama, dan kebudayaan.

Tugas Manusia di Dunia

Manusia adalah Khalifah, manusia akan diminta pertanggungjawaban atas tugasnya menjalankan “mandat” Tuhan itu. Tugas manusia di dunia adalah melakukan pengelolaan dan penataan kehidupan di alam dengan spiritualitas ketundukan kepada Tuhan dan semangat saling membutuhkan dan kerja sama yang bersendikan tingkah laku pro-sosial demi mewujudkan hubungan harmonis secara vertikal dan horisontal.

Pesan Agama

Ruh dan agama adalah perdamaian. Tugas dan kewajiban manusia sebagai “spesies” bumi dengan segenap keunggulan yang dimilki adalah mewujudkan dan memelihara perdamaian. Jadi, agama dengan senantiasa mengingatkan pemeluknya untuk menebar kedamaian di dunia. Oleh karena itu, spiritualitas agama haruslah menjadi kerangka acuan bagi segenap manusia untuk mewujudkan perdamaian dunia.

Pesan Kebudayaan

Proses Kebudayaan adalah proses humanisasi. Hidup manusia menyarankan ditegakkannya semangat kesederajatan untuk membangun interdependensi. Perbedaan-perbedaan suku, ras, etnik, bahasa, dan agama bukan penghalang untuk mengikat diri dalam persaudaraan universal tadi.

Membangun Strategi

Ada beberapahal strategis yang bisa diperankan pendidikan dalam meresolusi konflik dan kekerasan didunia. Pertama, pendidikan mengambil strategi konservasi. Secara visioner dan kreatif pendidikan perlu diarahkan untuk menjaga, memlihara, mempertahankan “aset-aset budaya dan agama” berupa pengetahuan, nilai-nilai, dan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan menyejarah. Kedua, Pendidikan mengambil strategi Restorasi. visioner dan kreatif pendidikan perlu diarahkan untuk memperbaiki, memugar, dan memulihkan kembali aset-aset agama dan budaya yang telah mengalami pencemaran, pembusukan, dan perusakan.

Multikulturalisme Pengetahuan Funsional dan Spiritualisme Agama

Pluralisme dan multikulturalisme agama yang ada ini jika tidak dibarengi spiritualitas keagamaan akan menyulutkan kerawanan sosial, yang pada gilirannya terjadi konflik. Memperkokoh masyarakat berbasis spiritualitas –keagamaan adalah langkah strategis membangun kesejahteraan dalam arti yang sebenarnya.

Masa Depan Integrasi Bangsa : Mengaca pada Tesis Huntington Clash of Civilization

Globalisasi, di satu sisi, bisa memunculkan fenomena universal civilization (V.S. Naipul, dalam Huntington, 1996), dan sisi lain, bisa membangkitkan kesadran lokal (Yasraf Amir Piliang, 1998).

Persoalan yang dimaksud Huntington adalah terjadinya konflik disepanjang garis pemisah budaya (culture fault lines) yang memisahkan peradaban-peradaban, seperti Barat, Konfusius, Jepang, Islam, Hindu, Slavia, Amerika Latin, Afrika.

Memandang Masa Depan Peradaban Bangsa Melalui Lensa Relevansi Pemikiran Sutan Takdir Alisjahbana : Kini dan Masa Depan

Dalam konteks ini ada beberapa catatn khusus. Pertama, bahwa sering diungkap bahwa bangsa ini mengalami krisis multidimensi. Kedua, saat inibangsa dan masyarakat kita sering menuju ke Indonesia Baru, setelah ada Reformasi dan mengarungi dunia melenium ke -3. Ketiga, neski “pembangunan” pernah menjadi “credo” bangsa ini selama Orde Baru, maka krisis yang pernah, dan mungkin masih, kita alami mengandung arti bahwa pekerjaan pembangunan ini harus diteruskan. Dalam konteks sekarang, tuntutannya adalah bahwa pendidikan mesti memainkan peran yang revolusioner, melakukan perubahan-perubahan yang fundemental.

Kembali ke Jiwa Pendidikan : Memperkokoh Wacana Humanisasi Pendidikan Islam

Pada bukunya, Man and Islam (1982), syariati mengungkap secara menarik tentang atribut yang melekat pada diri manusia yang membedakannya dengan binatang. Atribut yang dimaksud adalah kesdaran diri, kemauan bebas, dan kreatifitas. Tiga ciri fundamental ini menjadu pembeda manusia dengan binatang, dalm dimensinya sebagai insan bukan sebagai basyar. Sistem pendidikan Islam, disarankan mampu mengakomodasi secara integrated, antara dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik, atau dalam bahasa lain, antara dimensi intelektual, moral, dan spiritual serta profesional.

Guru : Sumber Utama Pendidikan

Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) yang diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 2003 di setiap tingkat sekolah, kecamatan, kabuoaten/kota, provinsi, dan nasional melihat perkembangan maupun kemunduran pendidikan di negara ini. Guru menempati posisi sentarl dalam mengejawantahkan dan melahirkan SDM berkualitas di negeri ini. Guru tetap merupakan unsur dasar pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan itu sendiri, terlebih bagi penciptaan SDM berkualitas. Guru bukan saja pada penguasaan materi pembelajaran, tetapi juga pada investasi nilai-nilai moral dan spiritual yang diembankan kepadanya untuk ditransformasikan kepada anak didik. Peran guru bukan saja sebagai pengajar, tetapi sekaligus sebagai pembimbing, pelatih bahkan “pencipta” perilaku peserta didik. Aspek kognitif, afektif, psikomotorik peserta didik harus menjadi fokus utama pendidikan yang dibidik oleh guru. Pendidikan wajib belajar 9 tahun harus menanamkan nilai-nilai demokratisasi, nasionalisme, dan transparasi dalam rangka menjadikan pendidikan sebagai wahana pengembangan IPTEK, Imtak, dan pemersatu bangsa. Adanya Undang-undang Guru Nomor 20 Tahun 2003 ini dimaksudkan sebagai usaha perlindungan terhadap profesi guru dan masyarakat dalam memperoleh pelayanan pendidikan yang berkualitas, dan profesi guru akan diminati kembali oleh generasi muda yang berkualitas.

Guru Agama : Kiprah dan Tantangan Masa Depan

Tugas dan peran guru agama yang paling utama adalah menanamkan rasa dan amalan hidup beragama bagi peserta didiknya. Guru agama mampu membawa peserta didik untuk menjadikan agamanya sebagai landasan moral, etik, dan spiritual dalam kehidupan kesehariannya. Guru agama juga dituntut pula kesiapan serta kematangan kepribadian dan wawasan keilmuan, mampu memainkan peran komunikator dalam menciptakan suasana keagamaan individu-individu maupun kelompok lingkungan peserta didik.

Bagaimana Metodologi Pendidikan Agama di Sekolah ?

Mutu maupun pencapaian pendidikan agama perlu diorientasikan kepada hal-hal sebagai berikut .

Tercapainya sarana kualitas pribadi, baik sebagai manusia yang beragama maupun sebagai manusia Indonesia yang ciri-cirinya dijadikan tujuan pendidikan nasional.

Integrasi pendidikan agama dengan keseluruhan proses maupun institusi pendidikan yang lain.

Tercapainya Internalisasi nilai-nilai dan norma keagamaan yang fungsinya secara moral untuk mengembangkan keseluruhan sistem sosial dan budaya.

Penyadaran pribadi akan tuntutan hari depannya dan transformasi sosial dan budaya yang etrus berlangsung.

Pembentukan wawasan ijtihadiyah (cerdas rasional) di samping penyerapan ajaran secara aktif.

Yang paling ideal untuk metodologi pengajaran pendidikan agama adalah metode integratif, yakni dengan memasukan metode suatu mata pelajaran yang lain, hanya saja tidak mudah untuk diterapkan. Perlu diingat bahwa setiap jenis metode ada kelebihan dan kelemahannya. Karena itu, kepandaian dan kecermatan dalam memilih metode akan sangat dipengaruhi oleh faktor pengalaman dan kreativitas guru agama itu sendiri.

Reward and Punishment dalam Perspektif Pendidikan

Allah Swt. menguraikan bahwa, “ dunia ini merupakan arena kompetisi untuk memilih yang terbaik amalannya” (QS.Hud [11] : 7). Agama sendiri mengandung konsep pahala dan dosa untuk mengukur kualitas hidup manusia beriman. Adalah konsep reward and punishmentmerupakan pengukuran pendidikan bagi kualitas fungsional edukatif siswa yang berprestasi dan bermasalah. Sedangkan punishment dalam konteks pendidikan dimaksudkan sebagai usaha paedagogis ke arah perbaikan. Hukuman (punishment atau al-‘ uqûbah) diberikan bukan sebagai siksaan baik fisik maupun rohani, melainkan sebagai usaha mengembalikan siswa ke arah yang baik dan memotivasinya menjadi pribadi yang imajinatif-kreatif, dan produktif. Jadi, membangkitkan imajinasi kreatif dan produktif haruslah menjadi orientasi utama adanya reward and punishment dalam praktik-praktik pendidikan.

Perlu membenahi kembali Ilmu Pendidikan ?

Keraguan bahkan mungkin ketidakpercayaan, terhadap institusi pendidikan dapat dipahami dari berbagai segi. Pertama, fenomena pendidikan selalu memperlihatkan watak normatif dan Imperatif. Kedua, ketika pendidikan ditanggapi secara mikro, maka akan segera terlihat kompleksitas permasalahnnya. Ketiga, dari sudut kebijakan untuk semua, pendidikan di negara kita berhadapan dengan kenyataan kependudukan dan letak geografis yang menuntut kesiapan sumber daya dan sumber dana yang tidak kecil, den terlebih sangat penting menuntut rasa keadilan. Keempat, bukan dimaksudkan sebagai “phobia” akan kenyataan globalisasi, tapi bahwa globalisasi telah menjadi sesuatu yang fenomenal.

Untuk memenuhi keinginan terbentuknya integritas keilmuan pendidikan kiranya dibutuhkan kesiapan-kesiapan mendasar dibawah ini. Pertama, kesiapan kultural untuk menentukan orientasi normatif dan fungsi-fungsi imperatif pendidikan. Kedua, usaha mempertegas struktur atau bangunan ilmu pendidikan ditengah masyarakat yang cepat berubah. Ketiga, Riset-riset untuk membangun ilmu pendidikan pada jangka panjang perlu diadakan guna melahirkan produk keilmuan yang efektif untuk memperkuat kebijakan pendidikan yang sanggup mengakomodasi tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin dinamis dan beragam.

Urgensi Pendidikan Penelitian Benda Sejarah

Penelitian yang baru saja dirintis oleh Pusat Arkeologi di Barus telah membuktikan hal tersebut. Sebuah makam seorang wanita muslim bernama Tuhar Anisuri telah ditemukan di pesisir Barat Sumatera berumur 90 tahun lebih tua dari makam Malik As-Sholeh di Aceh Utara abad 13 M yang selama ini dikenal sebgai abad masuknya islam ke wilayah nusantara.

Eksploirasi terhadap masa lampau sudah tentu memperkaya gambaran tentang siapa dan lingkungan mana kita hidup di masa ini, untuk kemudian dapat dipergunakan sebagai pelengkap data penyempurna bagi potret kehidupan masa depan supaya lebih mempunyai arah.

Salah satu manfaat hasil penemuan semacam ini, sedikitnya bisa dijadikan cermin kehidupan, khususnya masyarakat Barus dan sekitarnya. Bukankah bangsa yang berkarya besar dan memiliki martabat yang besar sering kali disebabkan oleh karena bangsa tersebut memiliki latar belakang sejajar yang besar pula.

Thomas Alva Edison Light, 2002 : Apresiasi Pemikiran Keilmuan

Dari egi pendidikan, ilmu fisika melatih peserta didik untuk berfikir secara logis, rasional, operasional, dan terukur, sesuai dengan karakteristik ilmu ini. Pendidikan ilmu fisika mempunyai dua dimensi yang sangat erat kaitannya satu sama lain. Pertama, dimensi substansi keilmuan fisika peserta didik diarahkan untuk menguasai dalil, teori, generalisasi, konsep, dan prinsip-prinsip ilmu fisika. Kedua, fisika merupakan alat (means) pendidikan yang lebih luas, melalui ilmu fisika, logika berpikir peserta didik dikembangkan sehingga lebih tertib dan sistematis.

Kearah Pesan-pesan Perdamaian Pendidikan

Kita semua mengetahui dan memahami sedalam-dalamnya bahwa pada waktu Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) beberapa tahun yang lalu menerima resolusi dengan “The International Culture of Peace”. Badan dunia ini menganjurkan kepada kita semua untuk menempuh pendekatan dialog secara berkelanjutan dan tidak menggunakan pendekatan militer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar